THAHARAH
1 Thaharah
a. Pengertian
Thaharah adalah kebersihan dan terbebas
dari segala jenis hadats dan najis. Dalam kitab Lisanul ‘Arab disebutkan thohura
thuhran wa thoharotan kata ath thuhur berarti lawan dari haidl.
b. Pembagian
Thaharah
Thaharoh
menurut syariat terbagi menjadi dua bagian, yaitu thaharoh dari hadats dengan
cara berwudu dan mandi atau tayamum sebagai pengganti keduanya. Serta thoharoh
dari hubuts.
A.
Wudhlu
Dalil yang mewajibkan wudlu:
ياايها
الذين آمنوا إذا
قمتم إلى الصلاة
فاغسلوا وجوهكم و أيديكم إلى المرافق و امسحوا برئوسكم و أرجلكمإلى الكعبينز
(المائدة 6)
Artinya: “Wahai orang-orang yang beriman
apabila kamu hendak mengerjakan shalat, maka basuhlah mukamu dan tanganmu
sampai siku, dan sapulah kepalamu dan basuhlah kakimu sampai dengan kedua mata
kaki. (al-Maidah 6)
لا يقبل اللّه صلاة بغير طهور و لا
صدقة من غلول (بخارى)
Artinya: Allah SWT tidak menerima shalat
seseorang tanpa bersuci serta shadaqah dari tipuan”
حديث أبى هريرة رضي الله عنه: عن
رسول اللّه ص م فال: إنّ اللّه لا يقبل صلاة أحدكم إذا أحدث حتّى يتوضّأ (بخرى و
مسلم)
Artinya: Diriwayatkan dari Abi Hurairah
Radliallahu‘anhu, katanya Rasulullah SAW bersabda: “Tidak akan diterima shalat
seseorang yang berhadats sehingga dia berwudlu”. (Bukhari dan Muslim)
2.2.2
Siapa dan kapan diwajibkan wudlu itu
Yang diwajibkan berwudlu adalah Aqil dan
Baligh. Adapun waktu yang mewajibkan wudhu adalah ketika hendak mendirikan
shalat.
2.2.3 Tata cara wudlu
وعن حمران انّ عثمان رضي اللّه عنه
دعا بوضوء فغسل كفّيه ثلاث مرّات ثمّ تمضمض و استنشق و استنثر ثمّ غسل وجحه ثلاث
مرّات ثمّ غسل يده اليمن حتّى ينتهي إلى المرفق ثلاث مرّات ثمّ اليسرى مثل ذلك ثمّ
مسح برأسه ثمّ غسل رجله اليمن إلى الكعبين ثلاث مرّات ثمّ البسرى مثل ذلك ثمّ قال:
رأيت رسول اللّه ص م توضّأ نحو وضوء هذا. (متّفق عليه)
Artinya:
Dari Humran bahwa Utsman R.A. meminta air wudhu lalu ia mencuci kedua telapak
tangannya tiga kali, kemudian berkumur-kumur dan memasukkan air ke dalam
hidungnya lalu menghembuskannya, kemudian ia membasuh wajahnya tiga kali,
kemudian ia mencuci tangan kanannya hingga siku tiga kali, kemidian yang kiri
seperti itu, kemudian ia mengusap kepalanya, kemudian mencuci kaki kanannya
hingga mata kaki tiga kali, kemudian yang kiri seperti itu, kemudian berkata,
“Aku melihat Rasulallah SAW berwudhu seperti wudhuku ini. (Muuttafaqu ilaihi)
Masalah
1:
para ulama memperdebatkan “apakah niat termasuk syarat sah wudhu?”
Dalam hadits Rasulullah SAW : "إنّما الأعمال بالنّيات"yang
artinya sesungguhnya segala amal perbuatan tergantung pada niatnya.
Imam Maliki, Syafi’I dan Ahmad mengatakan
bahwa niat disini termasuk syarat sah wudhu alasannya adalah karena mereka
memahami bahwa wudhu ini adalah ibadah mahdah sehingga membutuhkan niat.
Imam Hanafi mengatakan bahwa niat itu
bukanlah syarat sah wudhu karena beliau berpendapat bahwa wudhu termasuk ibadah
ghairu mahdah.
Masalah
2:
Hukum membasuh tangan.
Menurut Imam Syafi’I dan Imam Malik mengkatagorikan bahwa membasuh
tangan itu adalah sunnah alasannya mereka memahami hadits dibawah ini tidak
menunjukkan kepada perintah wajib
إذا
إستيقظ أحدكم من نومه فلا يغمس يده في الإناءحتّى يغسلها ثلاثا فإنّه لا يدرى أين
باتت يده (متّفق عليه و هذا الللّفظ لمسلم)
Apabila
bangun seseorang diantara kamu dri tidurnya maka janganlah ia selamkan
tangannya di bejana sebelum ia cuci tiga kali karena ia tidak tau dimana telah
bermalam tangannya. (Muttafaqun ‘Alaih, tetapi ini lafadzh muslim)
Imam Abu Dawud mengatakan bahwa membasuh
tangan itu wajib jika orang tersebut baru terbangun dari tidurnya karena ia
memahami hadits ini menunjkkan perintah wajib serta kata naum diartikan tidur
secara umum. Baik siang atau malam.
Imam Ahmad membedakan antara tidur malam
dengan tidur siang. Jika tidur malam berhukum wajib sedangkan tidur siang tidak
wajib karena Ia memahami bahwa kata tidur dalam hadits tersebut diartikan
dengan tidur malam saja.
Masalah 4: Menyentuh
Syafi’i:
kalau orang yang berwudlu menyentuh wanita lain tanpa ada batas, maka wudlunya
batal, tapi kalau bukan wanita lain seperti saudara wanita, maka wudlunya tidak
batal.
Hanafi: wudlu itu tidak batal kecuali dengan menyentuh yang sentuhan
itu dapat menimbulkan ereksi pada kemaluan.
Syafi’I dan
Hambali: menyentuh itu dapat membatalkan wudlu secara mutlak, baik sentuhan
dengan telapak tangan maupun dengan belakangnya.
Maliki: ada
hadits yang mereka riwayatkan yang membedakan antara menyentuh dengan telapak
tangan. Yakni, jika ia menyentuh dengan telapak (bagian depan), maka
membatalkan, tapi jika menyentuh dengan belakangnya, maka tidak membatalkan
wudlu.
Hal-hal yang
membatalkan wudlu
Semua yang membatalkan wudhu juga
membatalkan tayamum. Karena tayamum adalah pengganti wudhu.
عن أنس ابن مالك قال: كان أصحاب رسول
اللّه ص م على عهده ينتظر العشاء حتّى تخفق رئوسهم ثمّ يصلّون و لا يتوضّئون.
(أخرجه أبو داود و صحّحه الدّار قطنيّ و أصله فى مسلم)
Artinya: Dari Anas bin Malik ia berkata, “Para sahabat Rasulullah SAW pada masa beliau, menunggu
shalat isya hingga kepala mereka mengangguk-angguk kemudian mereka shalat dan
tidak berwudhu lagi. (Abu Dawud dan diShahihkan oleh Ad-Darul Qathni dan
asalnya terdapat dalam Sahih Muslim)
Terdapat ikhtilaf yang berkaitan dengan
hadits yang terdapat diatas, yaitu mengenai masalah tidur itu sendiri. Adapun
perbedaan ikhtilaf itu adalah :
Pertama, bahwa
tidur itu muthlak membatalkan wudlu dalam kondisi apapun, berdasarkan dari hadits
Shafwan bin Assal. Dimana dalam hadits tersebut dikatakan bahwa Beliau
menjadikan tidur secara muthlak, seperti buang air besar dan buang air kecil
dalam membatalkan wudlu. Sedangkan, dengan redaksi bagaimanapun diriwayatkan
tidak terdapat keterangan bahwa Rasulullah Saw. membiarkan mereka atas hal itu,
dan Beliau tidak melihat mereka. Dengan demikian maka hal itu adalah perbuatan
sahabat yang tidak diketahui bagaimana ia terjadi, sedang yang dapat dijadikan
hujjah hanyalah ucapan, perbuatan, atau yang dibiarkan oleh Rasulullah Saw.
Kedua, bahwa tidur tidak
membatalkan wudlu secara muthlak berdasarkan hadits yang telah disebutkan oleh
Annas dan cerita tidurnya sahabat atas sifat yang terjadi pada mereka.
Seandainya tidur membatalkan wudlu,niscaya Allah Swt. tidak akan membiarkan
mereka atas hal itu dan akan menurunkan wahyu kepada Rasulullah Saw. berekenaan
dengannya,
Ketiga, bahwa
tidur membatalkan semuanya, hanya saja dimaafkan tidur dengan dua kali anggukan
meskipun berturut-turut, dan beberapa anggukan secara terpisah, ini adalah
Madzhab Hadawiyah. Al Khafaqah adalah miringnya kepala karena kantuk, dan
batasan satu anggukan yaitu kepala tidak tegak hingga bangun. Barang siapa
kepalanya tidak miring dimaafkan baginya sekitar satu anggukan yaitu hanya
sekedar condongnya kepala hingga dagu sampai ke dada. Hal ini diqiyaskan atas
tidur satu anggukan. Mereka memahami hadits Annas atas kantuk yang tidak
menghilangkan kesadaran, pendapat ini tidak diragukan lagi kejauhannya.
Keempat, bahwa tidur tidak
membetalkan wudlu dengan sendirinya tetapi hanyalah penyebab batalnya wudlu,
maka jika tidur dengan duduk dalam posisi tenang maka tidak membatalkan dan
jika tidak maka dapat membatalkan. Ini adalah madzhab Imam Syafi’i. Ia berdalil
dengan hadits Ali Radhiyallalu ‘anhu :
Artinya
: “ Mata adalah pengikat dubur, maka barang siapa yang tidur hendaklah ia
berwudlu.”
Hadits ini dihasankan oleh Tirmidzi, akan
tetapi pada sanadnya ada perawi yang tidak dapat dijadikan hujjah, yaitu
Baqiyah bin Al Walid, ia meriwayatkan dengan ungkapan ‘an, ia menjadikan hadits
Anas bagi tidur dalam posisi tegak, untuk memadukan dua hadits tersebut dan
membatasi hadits Shafwan dengan hadits Ali ra ini. Ia berkata, “ Makna hadits
Ali ra bahwa tidur adalah penyebab keluarnya sesuatu tanpa terasa, maka dengan
itu, tidur membatalkan wudlu dengan sendirinya.
Kelima, jika
tertidur dalam posisi orang yang sedang shalat, ruku’, sujud, ataupun berdiri
maka wudlunya tidak batal, baik dalam shalat maupun dikuar shalat. Maka jika
tertidur dalam keadaan berbaring atau diatas tengkuknya, wudlunya batal
berdasarkan hadits ,”Apabila seorang hamba tertidur dalam sujudnya, Allah
membanggakannya dihadapan para malaikat, Dia berkata, “Hamba-Ku, ruhnya di
sisi-Ku, dan tubuhnya sujud di hadapan-Ku.”
Keenam,
bahwa
batal, kecuali orang yang sedang ruku’ atau sujud.
Ketujuh,
tidur
tidak batal ketika dalam shalat.
Kedelapan,
tidur
tidak membatalkan wudlu jika sedikit, tetapi jika tidur nyenyak maka
membatalkan wudlu.
Perbuatan
yang disyaratkan untuk berwudlu
1. Menyentuh
Al-Qur’an
Menurut
Imam Syafi’I, imam Malik, dan Abu Hanifah, bahwasannya berwudlu itu wajib bagi
yang akan menyentuh Al-Qur’an. Sedangkan Ahlu Dzohir berpendapat bahwa boleh
menyentuh Al-Qur’an tanpa berwudlu terlebih dahulu. Sebabnya adalah dalam
mengartikan kata muthahharuun, apakah bani adam ataukah malaikat. Dan
apakah khobar tersebut untuk melarang atau tidak.
C. Tinjauan
Penyusun terhadap bedanya pandangan para imam madzhab
Dengan berbagai ayat dan hadits di atas
sudah jelas bagi kita bahwa berwudhu itu memang memiliki hukum wajib bagi
orang-orang yang akan melakukan shalat.
Kemudian
dalam masalah niat apakah menjadi syarat sah wudhu atau tidak. Kami berpendapat
bahwa niat merupakan syarat sah. Karena menurut kami wudhu adalah ibadah
mahdhah dan ibadah tersebut membutuhkan niat.
Pada masalah kedua dan ketiga kami
berpendapat bahwa membasuh tangan sebelum berwudhu adalah sunnah. Begitu pula
dengan Madmaghah dan Istinsyak. karena kami berpegangan pada surat al-Maidah ayat 6 dan hadits setelahnya
tidak bermakna perintah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar