Rabu, 27 Juni 2012

MUZARA'AH DAN MUKHABARAH ”

A.    PENGETIAN MUZARA'AH DAN MUKHABARAH
Menurut bahasa, al-muzara’ah memiliki dua arti, yang pertama al-muzara’ah yang berarti tharh al-zur’ah (melemparkan tanaman), maksudnya adalah modal (al-hadzar). Makna yang pertama adalah makna majaz dan yang kedua adalah makna yang haqiqi.
Muzara’ah dan Mukhabarah memiliki makna yang berbeda, pendapat tersebut di kemukakan oleh al-Rofi’i dan al-nawawi. Sedangkan menurut al-Qadhi Abu Thatib, muzara’ah dan mukhabarah merupakan satu pengertian.
Muzara'ah adalah proses pengelolaan pada sebidang tanah dengan sebagian apa-apa yang dikeluarkan darinya sedangkan benih dari orang yang bekerja.Mukhabarah adalah proses muamalah pada sebidang tanah yang dikeluarkan darinya dan benih dari pemilik tanah.
Munculnya pengertian muzara’ah dan mukhabarah dengan ta’rif yang berbeda tersebut karena adanya ulama yang membedakan antara arti muzara’ah dan mukhabarah, yaitu Imam Rafi’I berdasar dhahir nash Imam Syafi’i. Sedangkan ulama yang menyamakan ta’rif muzara’ah dan mukhabarah diantaranya Nawawi, Qadhi Abu Thayyib, Imam Jauhari, Al Bandaniji. Mengartikan sama dengan memberi ketetentuan: usaha mengerjakan tanah (orang lain) yang hasilnya dibagi.
Mudarabah
Mudharabah adalah orang yang memiliki modal meminjamkan modalnya pada pihak lain untuk berdagang.
Kegiatan ini saya amati disekitar tempat tinggal saya, yang mana antara pihak pemilik modal dengan pihak yang meminjam modal masih memiliki hubungan kekerabatan. Pihak yang memiliki modal meminjamkan modalnya pada pihak lain yang bergerak dalam usaha jual beli beras.
Berdasarkan hasil pengamatan saya, antara pihak yang memiliki modal dengan pihak yang menjalankan modal sama – sama bertanggung jawab seandainya terjadi kerugian. Sedangkan keuntung dari usaha tersebut dibagi 3, dengan ketentuan sepertiga untuk yang memiliki modal dan dua pertiganya untuk yang menjalankan modal.
Sirqah
Sirqah adalah kerjasama antara dua orang atau lebih dalam usaha perdagangan, atau disebut juga dengan kongsi dagang.
Kegiatan ini dilakukan orang tua saya dengan para tetangga. Mereka secara bersama – sama membuka koperasi yang menjual barang – barang kebutuhan sehari – hari. Modal untuk membuka koperasi ini bersumber dari pinjaman kelurahan serta dana simpanan wajib dan simpanan sukarela anggota koperasi. Keuntungan dari koperasi konsumsi ini bagi berdasarkan besar kecilnya peranan anggota dalam pengelolaan koperasi dan pemanfaatan jasa koperasi bagi anggotanya. Jika dalam pelaksanaanya terjadi kerugian, maka kerugian tersebut ditanggung oleh semua anggota yang menjadi anggota koperasi.


B.    DASAR HUKUM MUZARA’AH DAN MUKHABARAH

عَنْ رَافِعِ بْنِ خَدِيْجِ قَالَ كُنَّااَكْثَرَاْلاَنْصَارِ حَقْلاً فَكُنَّا نُكْرِىاْلاَرْضَ عَلَى اَنَّ لَنَا هَذِهِ فَرُبَمَا أَخْرَجَتْ هَذِهِ وَلَمْ تُخْرِجْ هَذِهِ فَنَهَانَاعَنْ ذَلِكَ
Artinya : Berkata Rafi’ bin Khadij: “Diantara Anshar yang paling banyak mempunyai tanah adalah kami, maka kami persewakan, sebagian tanah untuk kami dan sebagian tanah untuk mereka yang mengerjakannya, kadang sebagian tanah itu berhasil baik dan yang lain tidak berhasil, maka oleh karenanya Raulullah SAW. Melarang paroan dengan cara demikian (H.R. Bukhari)
عَنْ اِبْنِ عُمَرَاَنَّ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَامَلَ أَهْلَ خَيْبَرَ بِشَرْطِ مَايَخْرُجُ مِنْهَا مِنْ ثَمَرٍ اَوْزَرْعٍ (رواه مسلم)
Artinya: Dari Ibnu Umar: “Sesungguhna Nabi SAW. Telah memberikan kebun kepada penduduk khaibar agar dipelihara oleh mereka dengan perjanjian mereka akan diberi sebagian dari penghasilan, baik dari buah – buahan maupun dari hasil pertahun (palawija)” (H.R Muslim).
عَنِ ابْنِ عُمَرَرَضِيَ الله ُعَنْهُمَاأَنَّ النَّبِيَّ ص م عَامَلَ أَهْلَ خَيْبَرَ بِشَرْطٍ مَا يَخْرُجُ مِنْهَا مِنْ
ثَمَرٍأَوْزَرْعٍ    (متفق عليه)
Dari ibnu Umar ra. “bahwasanya Nabi SAW telah mempekerjakan penduduk Khaibar dengan syarat akan diberi upah separuh dari hasil tanaman atau buah-buahan yang keluar dari lahan tersebut” (HR. Muttafaq Alaih).



C.    PANDANGAN ULAMA’ TERHADAP HUKUM MUZARA’AH DAN MUKHABARAH

Dua Hadits di atas yang dijadikan pijakan ulama untuk menuaikan kebolehan dan katidakbolehan melakukan muzara’ah dan mukhabarah. Setengah ulama melarang paroan tanah ataupun ladang beralasan pada Hadits yang diriwayatkan oleh bukhari tersebut di atas Ulama yang lain berpendapat tidak ada larangan untuk melakukan muzara’ah ataupun mukhabarah. Pendapat ini dikuatkan oleh Nawawi, Ibnu Mundzir, dan Khatabbi, mereka mengambil alasan Hadits Ibnu Umar yang diriwayatkan oleh Imam Muslim di atas Adapun Hadits yang melarang tadi maksudnya hanya apabila ditentukan penghasilan dari sebagian tanah, mesti kepunyaan salah seorang diantara mereka. Karena memang kejadian di masa dahulu, mereka memarohkan tanah dengan syarat dia akan mengambil penghasilan dari sebagian tanah yang lebih subur keadaan inilah yang dilarang oleh Nabi Muhammad SAW.
    Dalam Hadits yang melarang itu, karena pekerjaan demikian bukanlah dengan cara adil dan insaf. Juga pendapat ini dikuatkan orang banyak. D. Zakat Muzara’ah Dan Mukhabarah Zakat hasil paroan sawah atau ladang ini diwajibkan atas orang yang punya benih, jadi pada muzara’ah, zakatnya wajib atas petani yang bekerja, karena pada hakekatnya dialah yang bertanam, yang punya tanah seolah – olah mengambil sewa tanahnya, sedangkan penghasilan sewaan tidak wajib dikeluarkan zakatnya Sedangkan pada mukhabarah, zakat diwajibkan atas yang punya tanah karena pada hakekatnya dialah yang bertanam, petani hanya mengambil upah bekerja. Penghasilan yang didapat dari upah tidak wajib dibayar zakatnya. Kalau benih dari keduanya, maka zakat wajib atas keduanya, diambil dari jumlah pendapatan sebelum dibagi.
 Syarat – Syarat Muzara’ah Menurut jumhur ulama’ adalah:
1.    harus baligh dan berakal
2.    Jelas dan menghasilkan
3.    menurut adat dan batas lahan itu jelas
4.    pembagian hasil harus jelas dan memang benar – benar milik bersama.

Musaaqah Merupakan transaksi antara pemilik kebun /tanaman dan pengolah/penggarap untuk memelihara dan merawat kebun pada masa tertentu sampai pada masa tertentu sampai tanaman itu berbuah.


Rukun dan syarat musaaqah
1.    ada dua orang yang beraqad
2.    ada lahan yang dijadikan objek
3.    bentuk/jenis usa yang dilakukan
4.    ada ketentuan bagian masing – masing
5.     ada perjanjian.
D. RUKUN DAN SYARAT MUZARA’AH DAN MUKHABARAH
a)    Rukun Muzara’ah dan Mukhabarah
1). Pemilik dan penggarap sawah.
2). Sawah atau lading.
3). Jenis pekerjaan yang harus dilakukan.
4). Kesepakatan dalam pembagian hasil (upah).
5). Akad (sighat).
b)    Syarat Muzara’ah dan Mukhabarah
1)    Pada muzara’ah benih dari pemilik tanah, sedangkan pada mukhabarah benih dari penggarap.
2)    Waktu pelaksanaan muzara’ah dan mukhabarah jelas.
3)    Akad muzara’ah dan mukhabarah hendaknya dilakukan sebelum pelaksanaan pekerjaan.
4)    Pembagian hasil disebutkan secara jelas.
D.    Hikmah Muzara’ah dan Mukhabarah
Manusia banyak yang mempunyai binatang ternak seperti kerbau, sapi, kuda, dan lainya. Dia sanggup untuk berladang dan bertani untuk mencukupi keperluan hidupnya, tetapi tidak memiliki tanah. Sebaliknya, banyak di antara manusia mempunyai sawah, tanah, lading, dan lainya, yang layak untuk di Tanami (bertani), tetapi ia tidak memilki binatang untuk mengolah sawah dan ladangnya, sehingga banyak tanah yang di biarkan dan tidak dapat menghasilkan suatu apapun.
Muzara’ah dan mukhaharah disyari’atkan untuk menghindari adanya pemilikan hewan ternak yang kurang bias dimanfaatkan karena tidak ada tanah untuk diolah dan menghindari tanah yang juga di biarkan tidak ada yang mengolahnya.
Muzara’ah dan mukhaharah terdapat pembagian hasil. Untuk hal-hal lainya yang bersifat teknis di sesuaikan dengan syirkah yaitu konsep bekerja sama dalm upaya menyatukan potensi yang ada pada masing-masing pihak dengan tujuan bias saling menguntungkan.
a)    Terwujudnya kerja sama yang saling menguntungkan antara pemilik tanah dengan petani penggarap.
b)    Meningkatnya kesejahteraan masyarakat.
c)    Tertanggulanginya kemiskinan.
d)    Terbukanya lapangan pekerjaan, terutama bagi petani yang memiliki kemampuan bertani tetapi tidak memiliki tanah garapan.

1 komentar: