Rabu, 27 Juni 2012

Reksadana Syariah

REKSADANA SYARIAH; ALTERNATIF INVESTASI ISLAMI

Reksadana adalah suatu wadah yang dipergunakan untuk menghimpun dana dari masyarakat pemodal untuk selanjutnya diinvestasikan dalam portofolio efek. Dana yang terkumpul dari investor akan digunakan oleh manajer investasi untuk membeli surat-surat berharga yang dikeluarkan oleh perusahaan-perusahaan yang sudah dianggap sesuai dengan syariat.
 (Peneliti di The Indonesia Economic Intelligence) Produk-produk keuangan baru dikembangkan untuk menarik dana dari masyarakat. Salah satu produk yang tengah berkembang saat ini di Indonesia adalah reksadana. Reksadana adalah sebuah wadah dimana masyarakat dapat menginvestasikan dananya dan oleh pengelolanya (manajer investasi) dana itu diinvestasikan ke portfolio efek.
Reksadana merupakan jalan keluar bagi para pemodal kecil yang ingin ikut serta dalam pasar modal. Pemodal akan mendapati ‘telor’ investasinya tersebar dalam beberapa ‘keranjang’ yang berbeda, sehingga resikonya tersebar. Reksadana diyakini memiliki andil yang amat besar dalam perekonomian nasional karena dapat memobilisasi dana. Disisi lain, reksadana memberikan keuntungan kepada masyarakat berupa keamanan dan keuntungan peningkatan kesejahteraan material. Namun bagi ummat Islam, produk-produk tersebut perlu dicermati, karena dikembangkan dari jasa keuangan konvensional yang menafikan ajaran agama, selain juga masih mengandung hal-hal yang tidak sejalan dengan ajaran Islam: misalnya invesati reksadana pada produk-produk yang diharamkan dalam Islam.

REKSADANA SYARI’AH (ISLAMIC INVESTMENT FUND)

Reksadana Syariah pada dasarnya adalah Islamisasi reksadana konvensional. Reksadana Syariah adalah wadah yang dipergunakan untuk menghimpun dana dari masyarakat pemodal sebagai pemilik dana (shabul mal) untuk selanjutnya diinvestasikan dalam Portofolio Efek oleh Manajer Investasi sebagai wakil shahibul mal menurut ketentuan dan prinsip syariah Islam. Sebenarnya panduan bagi masyarkat muslim untuk berinvestasi pada produk ini sudah diberikan
melalui fatwa DSN-MUI No.20 tahun 2000 tentang Pedoman Pelaksanaan Investasi Untuk ReksaDana Syariah. Sayangnya produk investasi syariah yang lebih menguntungkan dari produk
tabungan atau deposito perbankan syariah ini kurang tersosialisasi.
Pemilik dana (investor) yang menginginkan investasi halal akan mengamanahkan dananya dengan akad wakalah kepada Manajer Investasi. Reksadana Syariah akan bertindak dalam aqad mudharabah sebagai Mudharib yang mengelola dana milik bersama dari para investor. Sebagai bukti penyertaan investor akan mendapat Unit Penyertaan dari Reksadana Syariah. Dana kumpulan Reksadana Syariah akan ditempatkan kembali ke dalam kegiatan Emiten (perusahaan lain) melalui pembelian Efek Syariah. Dalam hal ini Reksadana Syariah berperan sebagai Mudharib dan Emiten berperan sebagai Mudharib. Oleh karena itu hubungan seperti ini bias disebut sebagai ikatan Mudharabah Bertingkat. Pembeda reksadana syariah dan reksadana konvensional adalah reksadana syariah memiliki kebijaksanaan investasi yang berbasis instrumen investasi pada portfolio yang dikategorikan halal. Dikatakan halal, jika perusahaan yang menerbitkan instrumen investasi tersebut tidak melakukan usaha yang bertentangan dengan prinsip-prinsip Islam. Tidak melakukan riba atau membungakan uang. Saham, obligasi dan sekuritas lainnya yang dikeluarkan bukan perusahaan yang usahanya berhubungan dengan produksi atau penjualan minuman keras, produk mengandung babi, bisnis hiburan berbau maksiat, perjudian, pornografi, dan sebagainya.
Disamping itu, dalam pengelolaan dana reksadana ini tidak mengizinkan penggunaan strategi investasi yang menjurus ke arah spekulasi. Selanjutnya, hasil keuntungan investasi tersebut dibagihasilkan diantara para investor dan manajer investasi sesuai dengan proporsi modal yang dimiliki. Produk investasi ini bisa menjadi alternatif yang baik untuk menggantikan produk perbankan yang pada saat ini dirasakan memberikan hasil yang relatif kecil. Reksadana syariah memang sangat sesuai untuk investasi jangka panjang seperti persiapan menunaikan ibadah haji atau biaya sekolah anak di masa depan. Saat ini pilihannya pun semakin banyak. Saat ini secara kumulatif terdapat 11 reksadana syariah telah ditawarkan kepada masyarakat. Jumlah itu meningkat sebesar 233,33 persen jika dibandingkan dengan tahun 2003 yang hanya terdapat tiga reksadana syariah.

PILIHAN REKSADANA SYARI’AH DI INDONESIA

Sebelas reksadana syariah telah ditawarkan kepada masyarakat terkategori pada reksadanapendapatan tetap dan reksadana campuran. Reksadana pendapatan tetap adalah reksadana yang sebagian besar komposisi portofolio-nya di efek berpendapatan relatif tetap seperti; Obligasi Syariah, SWBI, CD Mudharabah, Sertifikat Investasi Mudharabah antar bank serta efek-efek sejenis. Yang termasuk reksadana syariah jenis ini antara lain; BNI Dana Syariah (sejak tahun 2004), Dompet Dhuafa-BTS Syariah (2004), PNM Amanah Syariah (2004), Big Dana Syariah (2004) dan I-Hajj Syariah Fund (2005). Tahun lalu reksadana pendapatan tetap bisa memberikan keuntungan sekitar 13-14 persen. Sedangakan reksadana campuran merupakan reksadana yang sebagian besar komposisi portofolio ditempatkan di efek yang bersifat ekuitas seperti saham syariah (JII) yang memberikan keuntungan relatif lebih tinggi.
 Termasuk dalam reksadana ini adalah: Reksadana PNM Syariah (sejak tahun 2000), Danareksa Syariah Berimbang (2000), Batasa Syariah (2003), BNI Dana Plus Syariah (2004), AAA Syariah Fund (2004) dan BSM Investa Berimbang (2004). Rata-rata keuntungan yang bisa dibukakan investor pada reksadana ini tahun lalu sekitar 23 persen. Dari pengamatan rutin yang dilakukan terlihat Nilai Aktiva Bersih (NAB) per unit-nya seluruh reksadana syariah terus merangkak naik, pertanda kinerjanya baik. Setidaknya ada beberapa keuntungan yang bisa didapatkan dengan berinvestasi pada reksadana syariah, antara lain; investasi sesuai kesanggupan (terjangkau), bukan objek pajak (bebas pajak), perkembangan dapat dipantau secara harian melalui media (termasuk beberapa koran), hasil relatif lebih tinggi (dibanding deposito), mudah dijangkau (ada yang bisa dengan ATM dan Phoneplus), yang terpenting juga diawasi oleh Dewan Pengawas Syariah (DPS) dan akan diaudit secara rutin. Modal untuk memulai investasi pada produk ini bisa bervariasi ada yang minimal Rp 5 juta seperti BSM Investa Berimbang, atau Rp 1 juta untuk BNI Dana Syariah, bahkan ada yang hanya Rp 250 ribu. Untuk pemesanannya pun relatif mudah tinggal mendatangi kantornya masingmasing. Untuk BNI Dana Syariah dan BSM Investa Berimbang tinggal mendatangi Kantor Cabang BNI Syariah dan BSM yang sudah relatif tersebar. Untuk menjatuhkan pilihan pemodal perlu berhati-hati. Meneliti produk sebelum membeli. Jangan sampai membeli produk tanpa terlebih dahulu membaca prospektus. Atau lebih parah lagi, membeli reksadana yang sama sekali tidak memiliki prospektus.
Sebagai produk investasi reksadana syariah bukanlah sesuatu yang imun dan kebal dari kerugian. Investasi syariah tetap
saja mengandung resiko kerugian ketika dikelola sang manajer investasi. Hal ini bisa kita buktikan dengan pembubaran reksadana Rifan Syariah oleh Bapepam akhir tahun 2004 karena
NAB-nya telah menjadi Rp 0,- akibat ketidakberhasilan mengelola dana investasi. Beberapa yang penting untuk dipertimbangkan lagi adalah kapasitas dan kemampuan Manajer Investasi untuk mengelola dana, hal ini bisa dilihat dari kinerja yang berjalan selama ini. Perlu pula dipertimbangkan biaya-biaya yang dibebankan seperti; biaya pembelian dan biaya penjualan
kembali, imbalan jasa Manajer Investasi dan imbalan jasa Kustodian. Selamat berinvestasi.
Wallahu‘alam bi-shawab. (Artikel ini pernah di publikasi di Kolom Majalah Hidayatullah, 2005.

PENGHITUNGAN REKSADANA SYARI’AH
    Sebelum saya menjawab lebih lanjut, tentang metode menghitung zakat dana yang saudara investasikan pada reksadana syariah. Alangkah baiknya bila sebelumnya saya sedikit menyinggung tentang hukum investasi pada reksadana saham syari'at.
Sebatas pengetahuan saya yang dangkal, sistem yang diterapkan oleh para Manajer Investasi Reksadana Syari'at tidak selaras dengan syari'at Islam. Yang terjadi hanyalah praktek manipulasi syari'at Allah belaka. Mempermainkan istilah-istilah yang dikenal dalam syari'at, akan tetapi konsekuensi dari masing-masing istilah tersebut tidak diindahkan.
Untuk lebih jelasnya, berikut saya nukilkan mekanisme kerja reksadana syari'at sebagaimana yang dijelaskan oleh DEWAN SYARI'AH NASIONAL pada fatwanya No: 20/DSN-MUI/IV/2001.
***
1.    Mekanisme operasional dalam Reksadana Syari'ah terdiri atas:
a)    antara pemodal dengan Manajer Investasi dilakukan dengan sistem wakalah, dan
b)    antara Manajer Investasi dan pengguna investasi dilakukan dengan sistem mudharabah.
2. Karakteristik sistem mudarabah adalah:
a)    Pembagian keuntungan antara pemodal (sahib al-mal) yang diwakili oleh Manajer Investasi dan pengguna investasi berdasarkan pada proporsi yang telah disepakati kedua belah pihak melalui Manajer Investasi sebagai wakil dan tidak ada jaminan atas hasil investasi tertentu kepada pemodal.
b)    Pemodal hanya menanggung resiko sebesar dana yang telah diberikan.
c)    Manajer Investasi sebagai wakil tidak menanggung resiko kerugian atas investasi yang dilakukannya sepanjang bukan karena kelalaiannya (gross negligence/tafrith).
Demikianlah mekanisme pengelolaan dana yang dilakukan oleh Manajer Investasi Reksadana Syari'ah. Pada penjelasan ini terdapat keganjilan yang tidak dapat dibenarkan dalam syari'at. Untuk dapat mengetahui keganjilan tersebut, saya mengajak saudara untuk mencermati hak dan kewajiban masing-masing pihak terkait. Berikut saya nukilkan penjelasan dari MUI pada fatwa tersebut di atas:
Pasal3
Hubungan dan Hak Pemodal
a)    Akad antara Pemodal dengan Manajer Investasi dilakukan secara wakalah.
b)    Dengan akad wakalah sebagaimana dimaksud ayat 1, pemodal memberikan mandat kepada Manajer Investasi untuk melaksanakan investasi bagi kepentingan Pemodal, sesuai dengan ketentuan yang tercantum dalam Prospektus.
c)    Para pemodal secara kolektif mempunyai hak atas hasil investasi dalam Reksadana Syari'ah.
d)    Pemodal menanggung risiko yang berkaitan dalam Reksadana Syari'ah.
e)     Pemodal berhak untuk sewaktu-waktu menambah atau menarik kembali penyertaannya dalam Reksadana Syari'ah melalui Manajer Investasi.
f)    Pemodal berhak atas bagi hasil investasi sampai saat ditariknya kembali penyertaan tersebut.
g)    Pemodal yang telah memberikan dananya akan mendapatkan jaminan bahwa seluruh dananya akan disimpan, dijaga, dan diawasi oleh Bank Kustodian.
h)    Pemodal akan mendapatkan bukti kepemilikan yang berupa Unit Penyertaan Reksadana Syariah.
Pasal 4

Hak dan Kewajiban Manajer Investasi dan Bank Kustodian
a)    Manajer Investasi berkewajiban untuk melaksanakan investasi bagi kepentingan Pemodal, sesuai dengan ketentuan yang tercantum dalam Prospektus.
b)    Bank Kustodian berkewajiban menyimpan, menjaga, dan mengawasi dana Pemodal dan menghitung Nilai Aktiva Bersih per-Unit Penyertaan dalam Reksadana Syari’ah untuk setiap hari bursa.
c)    Atas pemberian jasa dalam pengelolaan investasi dan penyimpanan dana kolektif tersebut, Manajer Investasi dan Bank Kustodian berhak memperoleh imbal jasa yang dihitung atas persentase tertentu dari Nilai Aktiva Bersih Reksa Dana Syari'ah.
d)    Dalam hal Manajer Investasi dan/atau Bank Kustodian tidak melaksanakan amanat dari Pemodal sesuai dengan mandat yang diberikan atau Manajer Investasi dan/atau Bank Kustodian dianggap lalai (gross negligence/tafrith), maka Manajer Investasi dan/atau Bank Kustodian bertanggung jawab atas risiko yang ditimbulkannya.
***
Dengan jelas MUI menyatakan bahwa hubungan antara pemodal dengan manejer investasi adalah hubungan wakalah. Akan tetapi ketika tiba di hak, MUI menyatakan bahwa hak Manejer Investasi adalah imbalan jasa yang dihitung atas persentase tertentu dari nilai aktiva bersih Reksadana. Dengan penjelasan ini nampak dengan jelas bahwa pada mekanisme kerja Reksadana terdapat gharar atau ketidak jelasan.
Ketidak jelasan yang saya maksud berkaitan dengan nominal upah yang menjadi hak manejer investasi. Yang demikian itu karena hak Manajer Investasi adalah persentasi dari Nilai Aktiva Bersih, padahal Nilai Aktiva Bersih pada saat penjualan tidak diketahui. Dengan demikian hak Manejer Investasipun secara otomatis tidak dapat diketahui pula. Dinyatakan dalam kaedah:


إَذَا دَخَلَ المَجْهُولُ عَلَى المَعْلُومِ يَصِيْرُ المَعْلُومُ مَجْهُولاً

"Bila ada sesuatu yang tidak jelas mencampuri sesuatu yang jelas, maka yang jelas menjadi tidak jelas."
Sebagai misal: Tatkala terjadi kesepakatan antara pemodal dengan Manajer Investasi dalam pembagian hak, bahwa hak mereka dari keuntungan investasi adalah 50 % : 50 %, sedangkan nominal keuntungan belum diketahui maka itu artinya hak manejemen investasipun tidak dapat diketahui. Padahal akad yang terjalin antaranya dengan pemodal adalah akad wakalah dan bukan akad bagi hasil atau mudharabah. Dengan demikian hak yang ia miliki adalah upah dan bukan bagi hasil. Karena wakalah dengan upah adalah salah satu bentuk dari akad ijarah, bila demikian adanya maka nominal upah haruslah telah diketahui pada awal akad, dan bukan dengan persentase dari suatu nilai yang belum jelas. (Bada'ius Shanaa'i oleh Al kasaani 6/81, Al Furu' oleh Ibnu Muflih 4/284, Majmu' Fatawa Ibnu Taimiyyah 29/104 & Nihayatul Muhtaaj 5/266, I'anatut Thalibin 3/109.)
Saya yakin anda semua telah mengetahui perbedaan antara akad wakalah dengan akad mudharabah. Untuk sedikit mengingatkan saja, tidak ada salahnya bila pada kesempatan ini saya menyebutkan salah satu perbedaan antara keduanya yang paling menonjol:
Pada akad wakalah, seorang wakil hanya berhak menerima upah alias ujrah yang telah disepakati, tanpa memperdulikan apakah perniagaan yang dijalankan mendatangkan keuntungan atau tidak sebgaiamana yang dialami oleh para pekerja perusahaan atau toko. Sedangkan pada akad mudharabah, seorang palaksana usaha ('amil) berhak mendapatkan bagian dari keuntungan, sehingga ia hanya akan mendapat bagian bila usaha yang dijalankan mendatangkan keuntungan. Adapun bila usaha yang dijalankan merugi maka seorang 'amil tidak mendapatkan apa-apa.
Dengan demikian, mekanisme kerja Reksadana yang ada di masyarakat belum bisa dibenarkan dan belum selaras dengan syari'at Islam.
Catatan serupa juga ditujukan pada hak Bank Kustodian, dimana ia mendapatkan hak berupa persentasi dari Nilai Aktiva bersih, padahal ia bukan pelaksana usaha atau pemodal, akan tetapi ia adalah penyedia jasa penyimpanan, penjagaan dan penghitungan. Dengan demikian, hak yang semestinya ia terima adalah upah dan bukan bagi hasil atau persentasi dari nilai aktiva bersih.
Adapun penghitungan zakat, maka berdasarkan penjelasan di atas, saudara dapat langsung menjumlahkan modal saudara yang telah anda sertakan dalam reksadana ditambah dengan tabungan dan simpanan emas yang saudara miliki, kemudian dikalikan dengan 2,5 %. Dan hasil pengalian itulah total zakat yang harus saudara bayarkan.
Adapun hasil atau keuntungan yang saudara peroleh dari Reksadana, maka saya tidak menganjurkan untuk anda gunakan. Dan sebaliknya saya menganjurkan saudara untuk berhenti dari investasi di reksadana, dan berpindah pada investasi lain yang lebih jelas mekanisme dan pengelolaannya. Wallahu a'alam bisshowab.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar